Wednesday 12 January 2011

TERAPI EKSISTENSIAL

Titi Nurfatimah

Makalah Model-model Konseling

TERAPI EKSISTENSIAL

A. Pendahuluan

Pada bulan September 1942, seorang dokter muda, bersama dengan istrinya, ibunya, ayahnya, dan saudaranya ditangkap di kota Wina, dan kemudian ditahan di kamp konsentrasi Bohemia. Peristiwa inilah yang nantinya akan menggetarkan hidup dokter muda itu, dan membantunya untuk menemukan apa yang sungguh-sungguh bermakna didalam hidupnya.

Viktor Emil Frankl, MD Ph.D., itulah namanya. Lahir 26 Maret 1905 dan meninggal 2 September 1997. Ia adalah seorang neurolog dan psikiater Austria serta korban pada Kamp NASI Jerman yang selamat. Frankl adalah pendiri logoterapi dan Analisis Eksistensial, "Aliran Wina Ketiga" dalam psikoterapi. Bukunya, Man's Search for Meaning (pertama kali terbit pada 1946) mencatat pengalamannya sebagai seorang tahanan kamp konsentrasi dan menguraikan metode psikoterapisnya dalam upaya mencari makna dalam segala bentuk keberadaan, bahkan yang paling kelam sekalipun, dan dengan demikian juga alasan untuk tetap hidup. Frankl adalah salah satu tokoh utama dalam terapi eksistensial.

Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan. Kebebasan dan tanggungjawab itu saling berkaitan. Dalam prakteknya, terapi eksistensial dilandasi pada asumsi-asumsi filosofis. Terapi eksistensial berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini mengutamakan sikap yang menekankan pada pemahaman bahwa eksistensi manusia.

B. Terapi Eksistensial

Berdasarkan kamus psikologi Chaplin, “Psikologi eksistensial adalah aliran psikologi dimana pokok persoalan psikologi adalah isi-isi kesadaran, yang harus diselidiki lewat metode introspeksi (mawas diri). Istilah eksistensi berasal dari akar kata ex-sistere, yang secara literal berarti bergerak atau tumbuh ke luar”[1].

Psikologi eksistensial memiliki fokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini menekankan pada manusia, utamanya pada suatu sistem teknik-teknik yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Pendekatan ini bukanlah pendekatan berdasarkan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang semuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia.

1. Hakekat Manusia

Terapi eksistensial menekankan pandangan tentang manusia. Adapun konsep-konsep utama dari pendekatan eksistensial adalah :

a. Kesadaran diri

Pada hakekatnya manusia memiliki kapasitas kesadaran diri. Manusia memiliki kesadaran untuk berpikir dan memutuskan sendiri. Para eksistensialis menekankan bahwa manusia bertanggungjawab atas keberadaan dan nasibnya. Ia bukanlah bidak dari kekuatan-kekuatan yang deterministik dari pengondisian.

Manusia bisa memikirkan dan membuat pilihan karena memiliki kesadaran diri. Kesadaran diri adalah pembeda manusia dengan makhluk lainnya, Semakin besar kesadaran diri seseorang, maka ia semakin hidup sebagai pribadi “semakin tinggi kesadaran, semakin utuh diri seseorang”. Pada inti keberadaan manusia, kesadaran membukakan kepada manusia bahwa :

1) Manusia adalah makhluk yang terbatas dan tidak selamanya mampu melakukan apa yang diinginkan dalam hidup.

2) Manusia dapat memutuskan untuk mengambil suatu tindakan atau tidak dalam hidup

3) Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain.[2]

b. Kebebasan dan Tanggungjawab

Pandangan eksistensial adalah bahwa individu dengan pilihannya menciptakan nasibnya sendiri. Seseorang menjadi apa yang diputuskannya dan ia harus bertanggungjawab atas pilihannya itu. Kebebasan adalah kesanggupan untuk meletakkan nasib ditangan sendiri dan untuk memilih diantara alternatif-alternatif, hal yang tidak pernah bisa direbut dari manusia adalah kebebasannya, kita bertanggungjawab untuk kehidupan kita, untuk tindakan kita, dan untuk kegagalan atas semua tindakan kita.

Frankl selalu menghubungkan kebebasan dengan tanggung jawab, manusia tidak bebas dari kondisi-kondisi, tapi manusia bebas untuk dapat berdiri melawan batasan-batasan, tentunya dengan disertai tanggung jawab.

c. Penciptaan Makna

Manusia adalah makhluk yang unik , artinya bahwa manusia akan berusaha menemukan dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupannya. Eksistensi dari keberadaan manusia itu adalah kebermaknaan dirinya dalam kehidupan. Ketika manusia gagal menciptakan kebermaknaan maka hal-hal yang terjadi adalah kesepian, kesendirian ataupun keterasingan.

d. Kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain

Setiap orang memiliki perhatian untuk memelihara keunikan dan keterpusatan, namun di lain waktu mereka tertarik untuk keluar dari diri mereka untuk berhubungan dengan yang lain dan kembali ke sifat dasar. Kita harus memberikan diri kita sendiri untuk orang lain dan memperhatikan mereka. Jika kita gagal untuk membangun hubungan dengan orang lain akan menyebabkan kesepian, keretasingan dan sebagainya.

e. Kesadaran akan kematian dan tidak ada

Karakteristik manusia adalah mampu untuk memahami kenyataan di masa depan dan kematian yang tidak bisa dielakkan. Kesadaran akan kematian memberikan makna kepada keberadaan, karena itu menjadikan tindakan manusia itu berarti. Frankl, kematian tidak harus menjadi suatu ancaman. Selain itu, kematian memberikan motivasi bagi kita untuk hidup dikehidupan kita dan mendapatkan keuntungan dari setiap kesempatan untuk melakukan sesuatu yang berarti(gould,1993). Kesadaran akan kematian menjadi sumber semangat untuk hidup dan kreatif.

2. Teknik, Proses dan Tahap Terapi Eksistensial

a. Teknik Terapi Eksistensial

Pada dasarnya terapi eksistensialisme tidak memiliki teknik - teknik khusus yang berkaitan dengan proses terapi, Hal ini dikarenakan pendekatan ini bukanlah terapi yang berasal dari teori tunggal, melainkan terapi yang mengambil beberapa metode dari pendekatan yang lain dalam pelaksanaannya seperti Pendekatan Gestalt, Psikoanalis, Humanisme yang berupa asoasiasi bebas, transferensi, aktualisasi diri, dll.

Terapi eksistensi berusaha untuk mengesampingkan terlebih dahulu semua hipotesa, analisa dan berbagai klasifikasi. Terapi berupaya menolong klien untuk membebaskan dirinya dari ketakutan dan konflik-konflik yang menyebabkan ia tetap terbelakang dengan cara menemukan kekuatan atau kemauannya sendiri.

b. Proses Terapi Eksistensial

Fase awal, pada fase ini konselor (terapis) membantu klien dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasikan asumsi mereka tentang dunia, klien diajak untuk mendefenisikan dan menanyakan tentang cara mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa diterima. Bagi sebagian klien hal ini bukanlah hal yang mudah, oleh karena itu pada awalnya klien memaparkan problem mereka.

Fase kedua, klien didorong semangatnya untuk meneliti lebih dalam lagi mengenai sumber dan otoritas nilai mereka. Proses eksplorasi ini dapat memberikan klien pemahaman baru dan cita rasa yang lebih baik terhadap kehidupan yang mereka anggap lebih pantas.

Fase ketiga atau konseling eksistensial difokuskan untuk menolong klien agar bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Sasaran terapi adalah memungkinkan klien untuk bisa mencari cara pengaplikasian nilai hasil penelitian dan internalisasi yang kongkrit.

c. Tahap Terapi Eksistensial

Terdapat beberapa tahap yang dapat dilakukan oleh terapis dalam terapi eksistensial antara lain :

1) Terapis menunjukkan kepada klien untuk meningkatkan kesadaran diri atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, dan tujuan-tujuan pribadi. Serta menunjukkan bahwa harus ada pengorbanan untuk mewujudkan hal itu.

2) Terapis membantu klien dalam menemukan cara-cara klien menghindari penerimaan kebebasannya, dan mendorong klien belajar menanggung resiko atas keyakinannya terhadap akibat penggunaan kebebasannya.

3) Terapis membantu klien untuk membangkitkan keberaniannya mengakui ketakutannya, mengungkapkan ketakutannya, dan kemudian mengajak klien untuk tidak bergantung dengan orang lain secara neurotik.

4) Terapis membantu klien dalam menciptakan suatu sistem berlandaskan cara hidup yang konsisten.

5) Terapis membantu klien untuk menemukan makna hidupnya

6) Terapis membantu klien untuk mentoleransi segala bentuk ketakutan dan kecemasan sebagai bentuk pembelajaran yang penting dalam hidup

7) Terapis mendorong atau memotivasi kliennya untuk mewujudkan aktualisasi dirinya.[3]

3. Fungsi dan Tujuan Terapi Eksistensial

a. Fungsi Terapi Eksistensial

Terapi eksistensial memusatkan pada pengertian subjektif, terhadap dunia klien dan membuatnya mendapatkan pengertian yang baru. Fokusnya adalah pada kehidupan yang sekarang, terapis membentuk hubungan yang efektif dengan klien dan membantu klien mengerti dan merasa tertantang serta menyadarkan klien akan tanggungjawabnya, terapis membuat atau membenarkan pola pikir kien yang salah terhadap hidupnya.

Pada saat proses terapi, klien berbicara, menceritakan permasalahannya terapis boleh menggunakan kaca, dengan begitu klien dapat melihat bagaimana mereka menjadi diri mereka sendiri dengan cara mereka. Dan bagaimana mereka mengembangkan kehidupan mereka. Suatu ketika klien akan sadar pada sebagian dari diri mereka dan mulai dapat menerima respon dan merespon masa depan.

b. Tujuan Terapi Eksistensial

Tujuan terapi ekstensial adalah agar klien memiliki kesadaran secara otentik sehingga ia sadar akan keberadaannya dan potensi-potensinya sehingga terbuka dan bertindak sesuai dengan kemampuannya. Otentik artinya sadar akan keadaan saat ini, memilih bagaimana hidup saat ini dan memikul tanggung jawab untuk memilih. Penting sekali untuk membangun kesadaran klien untuk memutuskan suatu pilihan (memilih) sehingga ia menjadi bebas dan bertanggungjawab atas kehidupannya.

Kecemasan sebagai akibat kebingungan manusia untuk memilih karena tidak ada jaminan kepastian. Maka klien harus menyadari pilihannya untuk menghadapi kecemasan dan menerima kenyataan bahwa dirinya adalah korban dari kekuatan-kekuatan deterministik diluar dirinya, Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan terapeutik ekstensial adalah sebagai berikut :

1. Membantu klien melihat bahwa mereka itu bebas dan sadar atas kemungkinan-kemungkinan dalam hidupnya.

2. Menyadarkan klien bahwa mereka sedang melakukan sesuatu yang sedang dipikirkannya itu sedang dan sudah terjadi.

3. Menyadarkan pada klien tentang faktor-faktor yang menghambat kebebasan[4].

Sehubungan dengan kecemasan eksistensial itulah, terapis bertujuan membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan ketika mengambil tindakan atau mengambil keputusan untuk dirinya dan menerima kenyataan terhadap hal-hal yang terjadi di luar dirinya.

Tujuan terapi adalah untuk membantu klien kearah kenyataan dan belajar untuk mengakui ketika mereka menipu diri sendiri (deurzen-smith,1998). Eksistensial mengatakan, bahwa tidak ada jalan keluar dari kebebasan selama kita menghindar bertanggungjawab.

4. Hubungan antara terapis dan klien

a. Terapis eksisitensial mengutamakan hubungan dengan klien

b. Hubungan ini penting bagi terapis karena kualitas dari setiap orang diperlihatkan dalam situasi terapi yang akan mengubah stimulus menjadi positif.

c. Dengan hubungan yang efektif ini terapis dapat menggali sifat dasar klien dan karkteristik pribadi mereka.

d. Vontras dkk, menyatakan bahwa terapi eksistensial ini adalah perjalanan menuju ke arah dalam diri individu yang didapat dari hubungan terapis dengan klien.

e. Tujuan akhirnya adalah untuk menghadapi jalan hidup mereka.

f. Terapis perlu mengadopsi gaya yang lebih fleksibel dan teori yang berbeda untuk klien yang berbeda.

g. Empati merupakan hal yang penting dalam proses terapi.

5. Aplikasi Terapi Konseling

Pendekatan terapi eksistensial lebih cocok digunakan pada perkembangan klien. Individu yang mengalami krisis perkembangan seperti masalah karier, kegagalan dalam perkawinan, pengucilan dalam pergaulan ataupun masa transisi dalam perkembangan dari remaja menjadi dewasa. Mereka yang mempunyai masalah tersebut memungkinkan digali pengalaman-pengalamannya guna menjawab pertanyaan-pertanyaan hidupnya. Mereka diberikan media untuk menyadari kebebasan dan tanggungjawab pada pilihan hidupnya.

Setiap pendekatan memiliki keterbatasan dalam penerapannya. Keterbatasan tersebut misalnya :

a. Pendekatan ini kurang sistematis pada prinsip-prinsip dan praktek therapy

b. Beberapa penulis eksistensialisme menggunakan konsep abstrak atau global dan samar-samar. Sulit untuk dipegang.

c. Model belum diperlakukan pada riset sebagaimana untuk divalidasi prosedur-prosedur tersebut.

d. Memiliki keterbatasan penerapan pada kasus level keberfungsian klien yang rendah, klien yang ekstrem yang membutuhkan penangan secara langsung.

6. Kritik Terhadap Pendekatan Terapi Eksistensial

Salah satu kritik terhadap psikologi eksistensial adalah ketika psikologi telah diperjuangkan untuk dapat membebaskan diri dari dominasi filsafat, justru psikologi eksistensial secara terang-terangan menyatakan ketidak setujuannya terhadap positivisme dan determinisme.

Para psikolog di Amerika yang telah memperjuangkan kemerdekaan psikologi dari filsafat jelas menentang keras segala bentuk hubungan baru dengan filsafat. Banyak psikolog merasa bahwa psikologi eksistensial mencerminkan suatu pemutusan yang mengerikan dengan jajaran ilmu pengetahuan, karena itu membahayakan kedudukan ilmu psikologi yang telah diperjuangkan dengan begitu susah payah.

Salah satu konsep eksistensial yang paling ditentang oleh kalangan psikologi “ilmiah” ialah kebebasan individu untuk menjadi menurut apa yang diinginkannya. Jika benar, maka konsep ini sudah pasti meruntuhkan validitas psikologi yang berpangkal pada konsepsi tentang tingkah laku yang sangat deterministic. Karena jika manusia benar-benar bebas menentukan eksistensinya, maka seluruh prediksi dan control akan menjadi mustahil dan nilai eksperimen menjadi sangat terbatas.

C. Penutup

a. Kesimpulan

Berdasarkan kamus psikologi Chaplin, Psikologi eksistensial adalah aliran psikologi dimana pokok persoalan psikologi adalah isi-isi kesadaran, yang harus diselidiki lewat metode introspeksi(mawas diri). Istilah eksistensi berasal dari akar kata ex-sistere, yang secara literal berarti bergerak atau tumbuh ke luar.

Pada dasarnya terapi eksistensialisme tidak memiliki teknik - teknik khusus yang berkaitan dengan proses terapi, Hal ini dikarenakan pendekatan ini bukanlah terapi yang berasal dari teori tunggal, melainkan terapi yang mengambil beberapa metode dari pendekatan yang lain dalam pelaksanaannya seperti Pendekatan Gestalt, Psikoanalis, Humanisme yang berupa asoasiasi bebas, transferensi, aktualisasi diri, dll.

Terapi eksistensi berusaha untuk mengesampingkan terlebih dahulu semua hipotesa, analisa dan berbagai klasifikasi. Terapi berupaya menolong klien untuk membebaskan dirinya dari ketakutan dan konflik-konflik yang menyebabkan ia tetap terbelakang dengan cara menemukan kekuatan atau kemauannya sendiri.

b. Saran

Dari penjabaran di atas penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan pembaca mengenai teori-teori konseling.

Alamat situs :

http://id.wikipedia.org/wiki/Viktor_Frankl (jimmy wales)

http://www.jokoyuwono.com/index.php?option=com_content&view=article&id=88:pandangan-terapi-eksistensial&catid=39:roctab

http://elyf-smileholic.blogspot.com/2010/02/terapi-eksistensial.html

http://www.scribd.com/doc/27712598/Eksistensialisme



[1] Elyf cefina, Terapi Eksistensial, (online) tersedia : http://elyf- smileholic.blogspot.com/2010/02/terapi-eksistensial.html 25 Oktober 2010

[2] Elyf cefina, Terapi Eksistensial, (online) tersedia : http://elyf- smileholic.blogspot.com/2010/02/terapi-eksistensial.html 25 Oktober 2010

[4] Joko Yuwono, Pandangan Terapi Eksistensial, (online) tersedia : http://www.jokoyuwono.com/index.php?option=com_content&view=article&id=88:pandangan-terapi-eksistensial&catid=39:roctab. Html 25 Desember2010

2 comments:

  1. TERIMA KASIH,,TULISAN ANDA KUNCI UNTUK TUGAS SAYA...
    TENGKYU..TENGKYUUUUU...

    _bidan komunitas_

    ReplyDelete
  2. sama-sama :D..
    janga berterimakasih kepada saya... tapi berterimakasihlah pada yang nulis,, saya cuma bantu teman2 menyalurkan tulisan mereka,, :D
    makasih ya udah tinggalin komentar,,salam kenal...

    ReplyDelete