Monday 31 January 2011

ASPEK INTERNAL dan EKSTERNAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

PENDAHULUAN

Dapat berpikir dan berbahasa merupakan ciri utama yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Karena memiliki keduanya, maka sering disebut manusia sebagai makhluk yang mulia dan makhluk sosial. Dengan pikirannya manusia menjelajah ke setiap fenomena yang nampak bahkan yang tidak nampak. Dengan bahasanya, manusia berkomunikasi untuk bersosialisasi dan menyampaikan hasil pemikirannya.
Salah satu objek pemikiran manusia adalah bagaimana manusia dapat berbahasa. Pendapat para ahli tentang belajar bahasa tersebut bermacam-macam. Di antara pendapat mereka ada yang bertentangan namun ada juga yang saling mendukung dan melengkapi. Pemikiran para ahli tentang teori belajar bahasa ini begitu variatif dan menarik.
Sehubungan dengan begitu banyaknya teori tentang belajar bahasa, maka yang akan kami kemukakan dalam makalah ini :

1.Dasar-dasar psikologi dalam pembelajaran bahasa

2.Faktor penentu dalam pembelajaran bahasa

3.Pemerolehan (acquisition) dan pembelajaran bahasa (learning)

oleh : Meisil Yanda

PEMBAHASAN

ASPEK INTERNAL dan EKSTERNAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

1.DASAR-DASAR PSIKOLOGI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

A. Teori Behaviorisme
Menurut teori ini, semua perilaku, termasuk tindak balas (respons) ditimbulkan oleh adanya rangsangan (stimulus). Jika rangsangan telah diamati dan diketahui maka gerak balas pun dapat diprediksikan. Watson juga dengan tegas menolak pengaruh naluri (instinct) dan kesadaran terhadap perilaku. Jadi setiap perilaku dapat dipelajari menurut hubungan stimulus - respons.

B. Teori Nativisme
Berbeda dengan kaum behavioristik, kaum nativistik atau mentalistik berpendapat bahwa pemerolehan bahasa pada manusia tidak boleh disamakan dengan proses pengenalan yang terjadi pada hewan. Mereka tidak memandang penting pengaruh dari lingkungan sekitar. Selama belajar bahasa pertama sedikit demi sedikit manusia akan membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah terprogramkan. Mereka menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian biologis.

C. Teori Kognitivisme
Jika pendekatan kaum behavioristik bersifat empiris maka pendekatan yang dianut golongan kognitivistik lebih bersifat rasionalis. Konsep sentral dari pendekatan ini yakni kemampuan berbahasa seseorang berasal dan diperoleh sebagai akibat dari kematangan kognitif sang anak. Mereka beranggapan bahwa bahasa itu distrukturkan atau dikendalikan oleh nalar manusia.

D. Teori Konstruktvisme
Jean Piaget dan Leu Vygotski adalah dua nama yang selalu diasosiasikan dengan kontruktivisme. Ahli kontruktivisme menyatakan bahwa manusia membentuk versi mereka sendiri terhadap kenyataan, mereka menggandakan beragam cara untuk mengetahui dan menggambarkan sesuatu untuk mempelajari pemerolehan bahasa pertama dan kedua.

E. Teori Humanisme

Teori humanisme dalam pengajaran bahasa pernah diimplementasikan dalam sebuah kurikulum pengajaran bahasa dengan istilah Humanistic curriculum yang diterapkan di Amerika utara di akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Kurikulum ini menekankan pada pembagian pengawasan dan tanggungjawab bersama antar seluruh siswa didik. Teori ini menganggap bahwa setiap siswa sebagai objek pembelajaran memiliki alasan yang berbeda dalam mempelajari bahasa.[1]

2. FAKTOR PENENTU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

Melihat berbagai hipotesis pembelajaran bahasa merupakan sebuah proses yang cukup rumit karena banyak faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran bahasa tersebut. Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan keberhasilan pembelajaran bahasa kedua, diantaranya:

a) Faktor motivasi

Dalam pembeljaran bahasa kedua ada asumsi yang menyatakan bahwa orang yang dalam dirinya ada keinginan, dorongan atau tujuan yang ingin dicapai daalm belajar bahasa kedua cendrunh akan libih berhasil dibandingkan dengan orang yang belajar tanpa dilandasi oleh sustudpronhan atau doronhan serta mitivasi.

Banyak pakar pembelajaran mengemukakan devenisi motivasi, diantaranya :

· Coffer (1964) menyatakan bahwa motivasi ialah dorongan, hasrat, kemauan, alasan atau tujuan yang menggerakkan orang untuk melakukan sesuatu.

· Brown (1981) menyatakan bahwa motivasi ialah dorongan dai dalam, dorongan sesaat, emosi atau keinginan yang menggerakkan seseorang untuk melakuka sesuatu.

· Lambert (1972) menyatakan bahwa motivasi ialah alasan untuk mecapai tujuan secara keseluruhan.

Jadi bahasa merupakan doromhanyang datang dari dalam pembelajaran yang menyebabkan pembelajaran memiliki keinginan yang kuat untuk mempelajari bagaha kedua.

Dalam pembelajaran bahasa kedua motivasi memiliki fungsi :

ü Fungsi integratif berfungsi kalau motivasi itu mendorong seseorang untuk mempelajari suatu bahasa karena adanya keinginan untuk berkomonikasi dengan masyarakat penuturbahasa itu.

ü Fungsi instrumental berfungsi kalau motovasi itu mendorong seseorang untuk memiliki kemampuan untuk mempelajari bahasa kedua karena tujuan yang bermanfaat atau karena dorongan ingin memperoleh pekerjaan.

b) Faktor usia

Ada anggapan umum bahwa dalam pembelajaran bahasa kedua bahwa anak-anak lebih baik dan lebih berhasil dalam pembelajara bahasa kedua dibandingkan orang dewasa. Anak-anak tampaknya lebih mdah memperoleh dahasa baru, sedangkan orang dewasa tampaknya maendapatkan kesulitan dalam memporoleh tingkat kemahiran bahasa kedua.

Hasil penelitian mengenai faktor usia dalam pembelajaran bahasa kedua sebagai berikut :

1. Dalam hal urutan pemerolehan bahasa tampaknya faktor usia tidak terlalu berperan sebab urutan pemerolehan bahasa oleh anak-anak dan orang dewasa adalah sama.

2. Dalam hal kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa kedua dapat disimpulkan bahwa :

· Anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa dalam sistem fonologi.

· Orang dewasa lebih cepat maju dibandingkan anak-anak dalam bidang sintaksis dan morfologi.

· Anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa, tetapi tidak selalu lebih cepat.

c) Faktor penyajian formal

Pembelajaran atau penyajian pembelajaran bahasa secara formal tentu memiliki pengaruh terhadap kecepatan dan keberhasilan dalam memperoleh bahasa kedua karena berbagai faktor dan fariabel telah dipersiapkan dan diadakan dengan sengaja. Demikian juga, keadaan lingkungan penbelajaran bahasa kedua secara formal, di dalam kelas, sangat berbeda dengan lingkugan penbelajaran bahasa kedua secara naturalistik dan alami.

Steiberg (1979:166) menyebutkan karakteristik lingkungan pembelajaran bahasa di kelas ada lima segi yaitu :

1. Lingkungan pembelajaran bahasa dikelas sangat diwarnai oleh faktor psikologi sosial kelas yang meliputi penyesuaian-penyusaian, disiplin, dan prosedur yang digunakan.

2. Di lingkungan kelas dilakukan praseleksi terhadap data linguistik, yang dilakukan guru berdasarkan kurikulum yang digunakan.

3. Di lingkungan sekolah disajikan kaidah-kaidah gramatikal secara eksplisit untuk meningkatkan kualitas berbahasa siswa yang tidak dijumpai di lingkungan alamiah.

4. Di lingkungan kelas sering disajikan dara dan situasi dahasa yang artifisial (buatan), tidak seperti dalam lingkungan kebahasaan alamiah.

5. Di lingkungan kelas disediakan alat-alat pengaran seperti buku teks, buku penunjang, papan tulis, tugas-tugas yang harus diselasaikan,dan sebagainya.

Kondisi lingkungan kelas yang khas dalam pembelajaran bahasa kedua, mempengaruhi terhadap keberhasilan pembelajaran bahasa kedua, yaitu :

ý Pengaruh terhadap kompetensi

ý Pengaruh terhadap kualitas performansi

ý Pengaruh terhadap urutan pemerolehan

ý Pengaruh terhadapkecepatan pemerolehan

d) Faktor bahasa pertama

Para pakar pembelajaran bahasa kedua pada umumnya percaya bahwa bahasa pertama mempunyai pengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua, dan bahasa pertama ini dianggap menjadi pengangu dalam proses pembelajaran bahasa kedua.

Gangguan bahasa pertama apat dihilangkan atau diminimalkan dalam beberapa teori, antara lain :

ý Teori stimulus-respon

Yang dikemukakan oleh kaum behaviorisme, bahasa adalah hasil prilaku stimulus-respon. Apabila seseorang mempelajar ingin memperbanyak penggunaan ujaran, dai harus memperbanyak penerimaan stimulus. Peranan lingkungan sebagai sumber datangnya stimulus menjadi dominan dan sangat penting dalam membantu proses pembelajaran bahasa kedua. Selain itu kaum behaviorisme juga berpendapat bahwa proses pemerolehan bahasa adalah pembiasaan. Maka, semakin pembelajar terbiasa merespon stimulus yang datang padanya, semakin memperbesar kemungkinan aktivitas pemerolehan bahasa.

Jadi, penaruh bahasa pertama dalam bentuk transfer ketika berbahasa kedua akan besar sekali apabila si pembelajar tidak terus- menerus diberikan stimulus bahasa kedua. Sacara teoritis pengaruh ini memang tidak bisa dihilangkan karna bahasa pertama sudah merupakan intake (dinuranikan) dalam diri si pembelajar. Namun, dengan pembiasaan-pembiasan dan pemberian stimulus terus-menerus dalam bahasa kedua, pengaruh ini bisa dikurangi.

ý Teori kontrastif

Teori ini menyatakan bahwa keberhasilan belajar bahasa kedua sedikit banyaknya ditentukan oleh keadaan linguistik bahasa yang telah dikuasai sebelumnya oleh si pembelajar. Berbahasa kedua adalah suatu proses transferisasi. Jika struktur bahasa yang sudah dikuasai (bahasa pertama) banyak mempunyai kesamaan dengan bahasa yang dipelajari, akan terjadinya semacam pemudahan dalam presos transferisasinya, begitu juga dengan sebaliknya.

Menurut teori analisis kontrastif semakin besar perbedaanantara keadaan linguistik bahasa yang telah dikuasai dengan linguistik bahasa yang hendak dipelajari, akan semakin besarlah kesulitan yang dihadapi si pembelajar dalam usaha menguasai bahasa kedua yang dipelajarinya.

e) faktor lingkungan

Dulay (1985: 14) menerangkan bahwa kualitas lingkungan bahasa sangat penting bagi sorang pembelajar untuk dapat berhasil dalam mempelajari bahasa baru (bahasa kedua). Lingkungan bahasa disini adalah segala hal yang didengar dan dilihat oleh pembelajar sehubungan bahasa kedua yang dipelajarinya.

Lingkungan bahasa dapat dibedakan kepada :

1. Lingkungan formal

Lingkungan formal adalah salah satu lingkungan dalam belajar bahasa yang memfokuskan pada penguasaan kaidah-kaidah bahasa yang dipelajari secara sadar.

Krashen (1983: 36) menyatakan bahwa lingkungan formal ini meiliki ciri (1) bersifat artifisial, (2) merupakan bagian dari keseluruhan pengajaran bahasa di sekolah atau di kelas, dan (3) di dalamnya pembelajaran diarahkan untuk melakukan aktivitas bahasa yang menampilkan kaidah-kaidah bahasa yang telah dipelajarinya.

Ellis (1986: 217) mengatakan lingkungan formal dapat dilihat pengaruhnya pada dua aspek, yaitu :

ü Urutan pemerolehan bahasa kedua

ü Kecepatan atau keberhasilan dalam menguasai bahasa kedua

2. lingkungan informal

Lingkungan informal bersifat alami atuan natural. Yang termasuk dalam lingkungan ini adalah bahasa yang digunakan oleh teman sebaya, bahasa pengasuh orang tua, bahasa yang digunakan anggota kelompok etnis pembelajar, yang digunakan media massa, bahasa para guru, baik dikelas maupun diluar kelas. Hasil penelitian Milon (1977) dan Plann (1977) menunjukkkan bahwa bahasa teman sebaya lebih besar pengaruhnya daripada bahasa guru.[2]

3. PEMEROLEHAN (ACQUISITION) DAN PEMBELAJARAN BAHASA (LEARNING)

Maksan (1993:19-20) menyatakan bahwa terdapat dua cara seseorang anak memperoleh bahasa. Cara pertama diperoleh secara tidak sadar, informal, serta implisit. Cara pertama ini disebut juga dengan pemerolehan bahasa (language acquisition). Cara kedua diperoleh dengan adanya kehadiran guru, suasana kelas, dan dituntut adanya kurikulum, serta dilakukan dengan cara sadar. Cara ini disebut sebagai pembelajaran bahasa (language learning), karena adanya istilah pembelajar dan pengajar.

Situasi pemerolehan bahasa pertama seiring sejalan dengan penguasaan bahasa ibu (mother tangue). Biasanya berlangsung pada umur 0;0 sampai 5;0. Sedangakan pembelajaran bahasa berlangsung setelah umur 5;0. Hal ini umum terjadi pada anak normal serta pengklasifikasian ini telah disepakati oleh para ahli psikolinguistik. Keseragaman proses ini juga telah ditelaah oleh Chomsky melalui teori LAD-nya, bahwa proses pemerolehan bahasa pada anak mengalami tahap yang sama. Proses ini terjadi pada seluruh anak normal.

Perkembangan bahasa pada anak bergantung pada maturasi otak, lingkungan, perkembangan motorik dan kognitif, integritas struktural, dan fungsional dari organism (Sidiarto, 1991:134).

Di samping itu, pemerolehan bahasa secara linguistik, melingkupi pemerolehan fonologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Jakobson (dalam Dardjowodjojo, 2003:238—267) menyatakan bahwa pemerolehan bunyi (fonologi) berjalan selaras dengan kodrat bayi tersebut. Bunyi pertama yang diperoleh anak adalah bunyi vokal kemudian berturut-turut diperoleh bunyi konsonan. Pada proses pemerolehan sitakasis, anak mulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian kata) dan dilanjutkan dengan pemerolehan kata berikutnya yang mulai menunjukkan kelengkapan kata tersebut serta munculnya negasi belum dalam kalimat yang diujarkan anak. Pada tahap pemerolehan semantik, anak mengawalinya dengan menentukan terlebih dahulu makna berdasarkan masukan yang ia peroleh dan bagaimana anak menguasai makna tersebut. Sedangkan dalam tahap pemerolehan pragmatik, anak dipengaruhi oleh lingkungannya. Di dalam pemerolehan pragmatik, anak tidak hanya berbahasa tetapi juga memperoleh tindak berbahasa. Tahapan ini pada umumnya dilalui oleh anak secara realtif lancar

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167). Hal ini perlu ditekankan, karena pemerolehan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran (Cox, 1999).[3]

Ellis (1986:215) menyebutkan terdapat dua tipe pembelajaran bahasa:

ü Tipe natualistic

Tipe natualistic ini bersifat alamiah, tanpa guru dn tanpa kesengajaan. Misalnya : seorang anak-anak yang menggunakan bahasa pertamanya bahasa aceh, begitu dia keluar rumah bermain dengan teman sebayanya yang berbahasa minangkabau, maka iatersebut berusaha menggunakan bahasa minang tersebut.

Jadi, belajar bahasa menurut tipe ini sama prosesnya dengan pmerolehan bahasa pertama yang berlangsungsecara alamiah dilingkungan keluarganya, namun tentu adanya perbedaan antara hasil yang diperoleh anak-anak dengan orang dewasa.

ü Tipe formal dalam kelas

Tipe formal ini berlangsung di dalam kelas dengan guru, materi, dan alat-alat bantunya telah disiapkan. Seharuskan hasil yang dipeoleh di dalam kelas lebih berhasil dibandingkan dengan hasil naturalistic.[4]

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari uraian di atas penulis dapat mengambil kesimpulan:

a. Dasar –dasar psikologi dalam pembelajaran bahasa

· Teori Behaviorisme

· Teori Nativisme

· Teori Kognitivisme

· Teori Konstruktvisme

· Teori Humanisme

b. Faktor penentu dalam pembelajaran bahasa

· Faktor motivasi

· Faktor usia

· Faktor bahasa pertama

· faktor lingkungan

· Faktor penyajian formal

c. Pemerolehan dan pembelajaran bahasa

Dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa terdapat dua. Cara pertama diperoleh secara tidak sadar, informal, serta implisit. Cara pertama ini disebut juga dengan pemerolehan bahasa (language acquisition). Cara kedua diperoleh dengan adanya kehadiran guru, suasana kelas, dan dituntut adanya kurikulum, serta dilakukan dengan cara sadar. Cara ini disebut sebagai pembelajaran bahasa (language learning), karena adanya istilah pembelajar dan pengajar.

2. Saran

Semoga dengan uraian ini dapat menambah wawasan pemahaman kita bagaimana dalam mempelajari bahasa, baik dari segi dasar-dasarnya maupun dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: PT. Rineka Cipta

http://humbud.uin-malang.ac.id/index.php?option=com. psycholinguistic -

umum&catid = 117:psycholinguistik&Itemid=105. Diakses tgl 12/05/2010

http://eri-s-unpak.blogspot.com/. Diakses tgl 12/05/2010.



[1] http://eri-s-unpak.blogspot.com/. Diakses tgl 12/05/2010.

[2] Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoritik, Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2003. h. 251-260

[4] Abdul Chaer , Op. Cit, h 243-244

No comments:

Post a Comment